Selasa, 30 Mei 2017

Tempuran

Warga desa Randu Alas geger lagi. Subuh baru beranjak ketika seorang melolong minta tolong. Suaranya berasal dari daerah Tempuran. Warga berkumpul sebelum memutuskan beramai-ramai bergegas ke arah suara. Di tangan mereka menyala-nyala cahaya lentera, menebas rimbunnya semak dan jejeran pepohonan. Daun-daun bergemerisik risau. Serangga hutan menjerit-jerit. Sepagi ini manusia-manusia sudah bikin ulah mengganggu kidung mereka.

Berdiri disana, di sekitar sungai, si peminta tolong yang pasi menunjuk-nunjuk ke arah sungai. Tertelungkup di atas batu sungai ada sesosok jenazah.
"Innalillahi waina ilaihi raji'un," suara penanda musibah terucap silih berganti. Warga saling tatap, bertanya-tanya siapa di antara mereka yang akan turun mengurus jenazah. Mereka semua bergidik ngeri. Tapi tak lama, tiga lelaki muda yang berani segera menggotong jenazah naik. Mereka kaget, jenazah tersebut adalah mbah Giman, sesepuh desa Randu Alas yang dikenal karena kewibawaannya.

Surau segera mengabarkan berita lelayu. Tak sakit dan tak kurang suatu apapun tiba-tiba pagi ini mendapati kabar mbah Giman sudah meninggal, padahal baru kemarin mbah Giman didapuk menjadi pembicara di acara pernikahan tetangga. Hari ini aktifitas pagi warga desa terhenti demi melayat ke rumah duka.

Bisik-bisik bagaimana meninggalnya mbah Giman menjalar. Kabar pertama yang menguar, mbah Giman meninggal karena tenggelam terbawa arus sungai. Kabar berikutnya datang dari seorang yang sudah mengintip jenazah ketika melayat, mbah Giman meninggal karena terpeleset di sungai, pingsan, dan meninggal, katanya terlihat dari jenazah yang mulutnya terkatup dan tak seteguk air pun tertelan, hanya terlihat luka di sekitar mata dan mulut karena digerogoti yuyu*. Namun, yang paling membuat warga bertanya-tanya adalah kenapa mbah Giman meninggal di daerah Tempuran?.

*

Tempuran adalah sungai di sudut desa Randu Alas yang menjadi titik pertemuan arus sungai Kecamatan dengan arus sungai desa Randu Alas. Hanya satu dua orang berani kesana itupun berkaitan dengan hal mistis. Selain karena sekitar sungai penuh rimbunan semak dan pepohonan besar yang membuat daerah sana gelap dan lembab, daerah Tempuran juga dikenal wingit, sarang danyang dan dedemit. Padahal menurut cerita seorang yang pernah kesana, sungai daerah Tempuran dangkal, jernih, bersih, dan banyak ikannya. Tapi tak seorang pun berani memancing ataupun mandi disana, pamali katanya.

Warga Randu Alas menyebut daerah Tempuran wingit karena masih segar di ingatan mereka berpuluh tahun lalu, Rini, seorang anak desa Randu Alas hilang saat petang di sekitar rumahnya. Konon, petang adalah batas antara kehidupan manusia dan kehidupan gaib. Dunia gaib memulai aktifitas mereka kala petang menjelang. Kala itu warga desa geger. Mereka segera berlarian menuju dapur dan mengambil alat dapur entah piring, tutup panci, wajan, ataupun dandang.

"Bleg bleg ting!"
"Bleg bleg ting!"
Suara alat dapur mengumandang semalaman di seluruh penjuru desa. Tak peduli bagaimana bisa suara alat dapur mengembalikan seorang anak yang konon dibawa dedemit hitam besar bermata merah atau biasa disebut lampor itu. Namun, mitos yang tak masuk diakal tersebut benar adanya. Tepat tengah malam Rini ditemukan. Anehnya, Rini ditemukan di daerah Tempuran, jauh dari rumahnya. Anak itu terus menangis dan menggumam lirih "lampor, lampor, lampor".

Ingatan warga tentang lampor kemudian dikaitkan dengan meninggalnya mbah Giman.
Rumah mbah Giman jauh dari Tempuran, pun untuk urusan apa pula mbah Giman kesana. Banyak warga yang mengira mbah Giman dibawa lampor ke Tempuran dan karena sudah tua beliau terpeleset di sungai, pingsan, dan meninggal. Cerita itu yang dipercayai warga desa sebagai penyebab kematian mbah Giman walaupun beberapa warga menyangkal sebab mbah Giman ditemukan meninggal saat dini hari bukan petang atau malam hari.

*

Awalnya mbah Giman diketahui hilang. Pagi sekali ketika lewat sepertiga malam tercium bau gosong liwet nasi, saat itu mbah Giman yang menanak nasi. Istri mbah Giman terbangun menuju dapur mencari suaminya. Lama dicari dan dipanggil tapi tetap tak menyahut, istri mbah Giman panik dan membangunkan anaknya yang kebetulan berumah di dekat sana. Anak mbah Giman meminta tolong pada tetangga untuk mencari mbah Giman. Entah perihal apa yang membuat anak mbah Giman berani mencari ke daerah Tempuran, nyatanya mbah Giman ditemukan meninggal disana.

Tak ada yang tahu pasti penyebab meninggalnya mbah Giman, kecuali istrinya. Sehari sebelumnya mereka berbincang berdua saja.
"Wektuku meh entek, aku meh nglarung"** tutur mbah Giman.
Mereka berbincang perihal jimat wibawa yang berpuluh-puluh tahun dipakai mbah Giman yang harus dilarung menjelang ajal.

Sampai berminggu-minggu setelah jenazah mbah Giman dikebumikan, berita tentang penyebab meninggalnya masih terdengar. Dan istri mbah Giman hanya diam saja.

* kepiting sungai
** waktuku hampir habis, aku mau melarung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar